Isu Pulau Rempang Dikaitkan dengan KSB, Ini Tanggapan Bupati Sumbawa Barat
Sumbawa Barat - Persoalan Pulau Rempang mencuat dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia, Rabu (25/10/2023) lalu. Rempang menjadi isu menarik. Muncul saat sesi dialog seminar nasional antara Bupati Sumbawa Barat, H.W.Musyafirin selaku nara sumber dengan ratusan perwakilan BEM yang memadati gedung teater terutup taman budaya, Mataram.
Isu Pulau Rempang ini disampaikan Ginastian, Perwakilan BEM SI Kalimantan Barat dalam seminar yang mengusung tema Rejuvenasi Gerakan Mahasiswa yang Inklusif dan Adaptif untuk Indonesia yang adil dan makmur.
‘’Ada hak hidup dan hak tinggal masyarakat yang dirampas di Pulau Rempang, bagaimana kalau itu terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat?’’ katanya.
Menjadi isu nasional, Pulau Rempang menjadi bagian yang diangkat dalam sesi ini. Peserta seminar menaruh perhatian besar terhadap isu ini. Peristiwa Rempang pun memaksa mahasiswa turun ke jalan.
‘’Kenapa Rempang? Di situ ada hak rakyat yang dirampas, sementara rakyat adalah tanggungjawab negara,’’ tegasnya.
Bupati Sumbawa Barat, H.W.Musyafirin mengakui ada kesamaan antara Pulau Rempang dan Sumbawa Barat yaitu kebutuhan lahan yang berimbas direlokasinya penduduk dari wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan industri baru. Sama-sama digunakan untuk pengembangan investasi nasional berkelanjutan.
‘’Lahan di Pulau Rempang digunakan membangun Rempang Eco City. Kalau KSB untuk pembangunan pabrik Smelter dan Bandara. Proyek Smelter ini masuk dalam proyek strategis nasional,’’ paparnya.
Pabrik smelter dibangun untuk pengolahan konsentrat tembaga dan emas PT Amman Mineral Industri, sementara lahan di Desa Kiantar digunakan untuk pembangunan Bandara. Bedanya, proses pembebasan lahan di Rempang mendapat penolakan warga, hingga menimbulkan bentrok dan menjadi isu nasional. Di Sumbawa Barat juga digunakan untuk kepentingan nasional. Tapi dalam hal proses pembebasan lahannya, Sumbawa Barat jauh lebih baik, aman tanpa penolakan dari masyarakat.
‘’Di Rempang ada beberapa desa yang digusur, di Sumbawa Barat ada satu Dusun, ratusan warganya harus direlokasi. Prosesnya lancar dan aman tanpa hambatan. Masyarakat mendukung, bersedia direlokasi,’’ tandasnya.
Rempang dan Kabupaten Sumbawa Barat sama-sama menjadi pusat investasi nasional. Investasi Rempang Eco City mencapai sekitar 11,5 miliar dollar Amerika. Di Sumbawa Barat, investasi untuk pabrik smelter termasuk pembangunan bandara juga tidak sedikit. Termasuk rencana ke depan menghadirkan industri turunan lain selain smelter.
‘’Pulau Rempang sekitar 2.000 haktare dibutuhkan untuk investasi. Di Sumbawa Barat juga tak sedikit. Jika digabung industri turunan lainnya, bisa mencapai ribuan hektare,’’ kata bupati lagi.
Bedanya, penyelesaian lahan pabrik smelter dan bandara di Sumbawa Barat menggunakan pendekatan langsung masyarakat. ‘’Kalau berbicara pihak yang dikorbankan, kita mengorbankan pemukiman warga. Tapi proses pembebasan lahan di KSB berjalan lancar. Warga mendukung dan rela pindah di atas lahan yang sudah mereka tempati puluhan tahun,’’ urainya.
Keberhasilan pembebasan lahan di Sumbawa Barat tidak lepas dari peran semua pihak. Untuk mewujudkan kawasan industri strategis nasional, para pihak mengedepankan sikap inklusif. Pemda dalam kapasitasnya mendukung kehadiran investasi turun sosialisasi langsung kepada masyarakat.
‘’Kita sampaikan industri ini penting. Daerah akan maju jika ada perputaran ekonomi. Selama sosialisasi, kita dengar apa yang menjadi harapan dan aspirasi masyarakat. Kita kolaborasi dengan Forkopimda berbicara dari hati ke hati. Terbukti, saat ini pabrik smelter sudah dalam tahap pembangunan bahkan ditargetkan rampung November 2024 mendatang,’’ terangnya lagi.
Langkah pemerintah membantu penyelesaian pembebasan lahan ini juga melibatkan LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda bahkan mahasiswa. ‘’Untuk memajukan sebuah daerah dibutuhkan investasi. Dalam investasi tentu ada yang dikorbankan. Inikan tergantung bagaimana pendekatan dan penjelasan kita kepada masyarakat saja,’’ paparnya.
Proses di Sumbawa Barat mengedepankan kearifan lokal karena kondisi masyarakat ditiap daerah berbeda. ‘’Cara masuknya yang mungkin salah atau kurang peka terhadap kondisi masyarakat. Masyarakat itu butuh didengar. Setelah kita dengar, kita sampaikan hajat atau niatan kita, masyarakat pasti paham. Masalah utama di Rempang itu sama dengan di KSB, semuanya bermuara pada pembebasan lahan,’’ tandasnya.
Diakui bupati, kunci utama dari persoalan ini bagaimana kecakapan semua pihak melakukan sosialisasi, menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di tengah masyarakat. ‘’Kita bahkan datangi masyarakat ini satu persatu, kita naik turun dari rumah ke rumah. Pembebasan lahan bandara, lahan smelter selesai tanpa ada gesekan dengan masyarakat,’’ urainya.
Pilihan pendekatan yang dilakukan Pemda Sumbawa Barat tambah bupati meninggalkan kesan positif dibenak warga pemilik lahan. Warga yang pindah, demi kepentingan industri smelter hingga kini tetap membangun jalinan silaturahmi.
‘’Meskipun pindah ke tempat baru, mereka tak lupa dimana mereka berasal. Sekali-kali kalau mereka datang silaturahmi, kita disuguhkan buah tangan hasil pertanian di tempat baru. Ini menunjukkan mereka bahagia dan merasa nyaman di tempat baru,’’ tutupnya. (MC Sumbawa Barat)