Tradisi Mbelu' Pandan Tutup Perayaan Ballona Festival Kertasari 2025
Sumbawa Barat - Perayaan Ballona Festival Kertasari (Festari) 2025 yang dikemas dalam tema “Cahaya Cinta Mbelu’ Pandang” resmi ditutup pada Jumat (05/09) bertempat di Pantai Ballona, Desa Labuhan Kertasari, Kecamatan Taliwang.
Kegiatan yang dimulai pada tanggal 26 Agustus tersebut, ditutup dengan Tradisi Mbelu' Pandan yang merupakan warisan budaya masyarakat Labuhan Kertasari sebagai rangkaian menyambut hari lahir Rasulullah SAW.
Tradisi ini berasal dari dua kata, Mbelu' yang berarti menggulung dan Pandan yang merujuk pada daun pandan. Secara historis, Mbelu' Pandan lahir sebagai salah satu bentuk emansipasi perempuan pada masa kolonial, sekaligus mengandung pesan-pesan keislaman.
Dalam prosesi ini, laki-laki menggunakan badi’ (pisau) untuk mengiris daun pandan, yang melambangkan keberanian, sementara daun pandan sendiri dipilih karena simbol kesuburan, kesejahteraan, dan doa masyarakat melalui warna hijau serta aromanya yang harum. Prosesi Mbelu' Pandan diiringi dengan lantunan Rate’ dan pembacaan Kitab Berzanji, khususnya bab kelahiran Rasulullah SAW, yang menambah nilai spiritual dan religius pada setiap tahapannya.
Menariknya, tradisi ini melibatkan laki-laki dan perempuan yang saling berhadapan; laki-laki sibuk mengiris pandan dengan menundukkan pandangan, sementara perempuan berada di sisi seberang yang bertugas mengikat pandan, sebagai simbol penghormatan sekaligus pengakuan akan peran penting perempuan dalam kehidupan masyarakat.
Selain prosesi Mbelu' Pandan, perayaan ini juga disemarakkan dengan sajian Suro’mbasa Arowah yang ditujukan kepada Rasulullah dan arwah para leluhur, terdiri dari dua piring ketan hitam, tiga piring ketan putih, dan paha kanan ayam di puncak.
Ketan hitam melambangkan kehidupan dalam kegelapan atau masa sulit, sedangkan ketan putih menjadi simbol kehidupan yang terang benderang penuh kebaikan, keduanya sekaligus menandakan adanya siang dan malam di bumi.
Tekstur ketan yang legit menyimbolkan eratnya silaturahmi antar sesama, kue cucur yang manis melambangkan nikmat Tuhan, sementara pisang goreng yang dibelah menjadi lambang huruf “Alif” dengan filosofi bahwa pohon pisang hanya berbuah sekali, sebagaimana kehidupan manusia di dunia hanya sekali. Peletakan pisang di antara kue cucur melambangkan batas pada setiap hal, dan seluruh sajian yang disusun dalam dulang atau nampan besar berbentuk bulat menyimbolkan keyakinan bahwa bumi itu bundar. (Diskominfo KSB)